Madura
Jawa Timur bukan sekedar dikenal dengan karapan sapi tetapi juga
dikenal dengan keindahan penuh warna batik yang memiliki nilai seni dan
bercita rasa tinggi.
Sejak
dahulu sebenarnya pulau Madura merupakan salah satu sentra batik di
Indonesia dan tidak kalah bergairahnya dengan daerah batik lain di Indonesia
seperti Solo, Yogyakarta, Cirebon atau Pekalongan. Di Madura dapat
menemukan keindahan corak dan batiknya dengan warna yang tegas dan
berani. Meski tampak kasar, bukan berarti batik madura murahan.
Keistimewaan batik ini adalah warnanya yang semakin lama akan semakin
cerah, cocok digunakan untuk kerja, menghadiri acara-acara formal maupun non formal.
Di Madura sendiri membatik merupakan budaya yang diwariskan turun - menurun. Corak dan ragamnya begitu bebas dan unik .
Satu helai kain batiknya dibuat dengan ketrampilan individu secara
satuan kain. Bahkan saat ini pun mereka masih mempertahankan cara
tradisional pembuatannya dengan ditulis menggunakan bahan pewarna bahan
alami yang ramah lingkungan.
Batik bukan hanya sebagian ekspresi ikon budaya kebanggaan
bangsa pada umumnya dan orang madura khususnya , tetapi batik juga
sebagi aktivitas ekonomi. Karena itu, perlu ada upaya yang serius dan
berkelanjutan untuk mengembangkannya. Dalam rangka itu, sebagai langkah
awal perlu dibangkitkan kepedulian, perhatian, dan apresiasi segenap
pihak terhadap batik ini. Ternyata respons positif masyarakat nampak
berkembang.
Akhir-akhir ini hampir semua kalangan di daerah Pamekasan banyak dijumpai orang yang membuat motif baju
batik untuk dijual belikan, dan banyak orang yang tertarik untuk
membelinya. Tidak hanya di kota melainkan juga di kecamatan - kecamatan.
Fenomena ini bisa dijadikan ukuran bahwa masyarakat Pamekasan
menunjukkan apresiasi tinggi terhadap batik Madura.
Cerita mengenai asal mula Pacitan ini terdapat dalam buku Legenda Rakyat Pacitan dan babad tanah Pacitan, yang megatakan bahwa Pacitan berasal dari Pacewatan. Pace adalah nama buah, atau dikatakan adalah mengkudu yang memberi kekuatan, sedangkan wetan adalah timur. Pendapat ini berasal dari legenda yang bersumber pada peristiwa pada peristiwa perang Mengkubumen atau perang palihan nagari (1746-1755M). perang ini terjadi di Pacitan saat pangeran Mangkubumi dari keratpn Surakarta dalam peperangannya itu sampai ke wilayah pesisir selatan di Pacitan. Saat itu sedang terjadi perang gerilya 1747-1749 (Perang Palihan Nagari (1746-1755) melawan VOC Belanda, pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan, beliau disertai 12 orang pengikuitnya mundur ke arah selatan sambil mencari dukungan untuk membantu perjuangan perang tersebut.
Dalam pertempuran tersebut, Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan dan terpukul mundur, sehingga beliau beserta pasukan yang tersisa menggunakan strategi melarikan diri ke dalam hutan dengan kondisi tubuh lelah, lemah dan lesu akibat dari perbekalan yang mereka bawa habis. Namun papa akhirnya kekuatan pangeran menjadi pulih berkat pertolongan abdinya bernama Setraketipa.Setraketipa memebrikan buah mengkudu, atau yang kemudian disebut pace kepada pangeran. Beliau diberi sebuah minuman yaitu buah pace yang telah direndam dengan legen buah kelapa, dan seketika itu juga kekuatan pangeran Mangkubumi pulih kembali. Daerah itu kemudian diingat dengan pace sapengetan dan dalam pembicaraan keseharian sering disingkat dengan pace-tan lalu menjadi sebuah nama menjadi Kabupaten Pacitan.
Berdasarkan asal mula nama Pacitan tersebut warga Pacitan berinsiatif untuk melestarikan nama buah yang menjadi asal terbentuknya kata Pacitan dalam sebuah karya yang berbentuk batik tulis khas Pacitan yang mempunyai ciri khas dengan memakai motif pace dalam coraknya. Keindahan alam telah menginspirasi ragam hias dan motif batik Pacitan, yang sarat denga simbol-simbol hayati. Motif khas Pacitan berupa buah pace atau mengkudu dan karang laut. Batik klasik buatan Pacitan kini terancam punah karena para pembatiknya sudah memasuki usia rentan dan regenerasi masih belum menyamai hasilnya.